MUSLIM INDONESIA

MUSLIM INDONESIA

Mengenai Saya

Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Assalamau'alaikum wr wb. Welcome Tujuan pembutan situs dan grup ini adalah untuk mempererat ukhuwah Islamiah dan persatuan umat Islam Indonesia Syarat utama menjadi anggota grup Muslim Indonesia adalah harus beragama Islam. Mari kita jadikan Grup Muslim Indonesia ini menjadi wadah dan alat untuk berjuang dijalan Allah. Mari bergabung di grup ini. semoga bermanfaat. Hormat kami Erfin Syafrizal(Pendiri) wwww.erfinsyafrizal.blogspot.com

Ruang Interaktif

Jumat, 06 Agustus 2010

FPI: Kelompok Liberal Sengaja Diskreditkan Ormas Islam

Smaller  Reset  Larger
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Front Pembela Islam (FPI) menuding sejumlah kelompok liberal sengaja mediskreditkan ormas Islam terkait isu pembersihan di bulan Ramadhan. Ketua Umum FPI, Habib Rizieq Shihab, mengutarakan hal itu ketika menyambangi Mapolda Metro Jaya, Jumat (6/8).

Menurut Rizzieq, FPI beserta ormas Islam lain tidak akan melaksanakan aksi pembersihan. Sebaliknya, dia mendukukng langkah Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya yang akan menertibkan tempat hiburan malam di bulan Ramadhan. "Ini adalah langkah yang sangat baik dan sejalan dengan tujuan FPI," katanya.

Menurut pria yang kerap mengenakan sorban ini, berita yang menyebut FPI akan melakukan pembersihan adalah fitnah belaka. Dia menyebut sejumlah kelompok liberal sengaja menghembuskan isu tersebut demi mendiskreditkan umat Islam.

"Seluruh anggota FPI harus mematuhi perintah agama dan juga aturan negara. Itu hal yang mutlak. Kalau ada anggota kami yang melanggar hal itu, FPI tak segan menyeretnya ke kepolisian untuk diproses hukum," paparnya.

Selain itu, dia menilai kelompok liberal sengaja mengadu domba polisi dengan FPI. Isu-isu yang menyebut kapolri akan segera melayangkan sanksi kepada FPI, dinilainya hanya isapan jempol.

"Hari ini kami bertemu Kapolda Metro jaya, Irjen Pol Timur Pradopo. Kami sangat lega bahwa polisi sejalan dengan tujuan FPI. Begitu pun Polri dan kami sangat bangga atas ini," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafli Amar, menjamin polisi akan menertibkan tempat hiburan malam di bulan Ramadhan. Menurut Boy, kehadiran ormas Islam sangat penting, terutama dalam memberikan pendekatan persuasi kepada masyarakat.

Boy menolak anggapan bahwa polisi sengaja memanggil FPI karena isu pembersihan yang beredar di masyarakat. "Kami tidak memanggil mereka. Mereka sendiri yang datang untuk bersilaturahmi. Begitu pula kawan-kawan dari FBR (Forum Betawi Rempug) yang kemarin datang," kata Boy.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/08/06/128751-fpi-kelompok-liberal-sengaja-diskreditkan-ormas-islam

Tengok Pesantren, Guru AS Menilai Islam Tulus Penuh Kedamaian

Smaller  Reset  Larger
PERISAI.NET
Tengok Pesantren, Guru AS Menilai Islam Tulus Penuh Kedamaian
Para santri sedang berkumpul (Ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID,  GRESIK--Elaine Robinson, seorang guru dari Lewis and Clark Middle School, Oklahoma, Amerika Serikat (AS), Elaine Robinson, menilai, Islam itu tulus, penuh kedamaian dan jauh dari kebencian. "Selama ini telah terjadi prasangka buruk terhadap Islam di negara barat. Sementara kesan yang saya dapat tentang Islam di Indonesia jauh dari segala prasangka buruk itu," ujarnya.

Elaine tengah mengikuti Program Kerjasama Lembaga Pendidikan Darul Ulum Medali, Sugio dengan East West Center Hawaii, Senin. Lewat program tersebut, selama satu minggu mulai 28 Juli hingga 3 Agustus, tiga guru dari AS mengamati secara langsung kehidupan di pesantren.

Mereka adalah Elaine Robinson sendiri, Grace Chao, guru dari Charter School, Hilo, Hawaii dan Namji Steinemann, Direktur AsiaPacificEd, East West Center. "Saya sedikit sekali mengenal Indonesia dan sedikit sekali mengenal Islam. Murid-murid saya ketika saya tanya tentang Indonesia ada di mana, mereka tidak tahu. Banyak kesalahpahaman dan prasangka buruk masyarakat barat terhadap Islam," katanya

Padahal, saat ke pesantren, ia menyaksikan ketulusan dan senyum yang lebar dari semua santri. Tidak ada yang perlu ditakutkan dengan Islam, kata mereka, contohnya anak-anak bisa menerima mereka apa adanya meskipun mereka beragama Kristen, berkulit putih atau berwajah China.

Elaine mengaku tidak ada yang rahasia di pesantren. Ia pun heran mengapa Islam sering disudutkan atau dianggap buruk oleh negara barat. Sekembali ke Amerika nanti ia ingin menceritakan semua yang ada di sini, agar anak-anak di negaranya lebih paham tentang Indonesia dan Islam.

"Semoga dari pengalaman yang saya dapatkan, anak-anak sedunia utamanya di Amerika jika kelak menjadi pemimpin bisa saling menghormati dan mengerti, agar dunia ini menjadi damai," ujarnya

Sementara Grace mengaku terkesan dengan kehidupan santri yang sangat sederhana itu. Grace heran mengapa mereka begitu senang dan ceria hidup di asrama yang sempit dengan kamar kecil hanya untuk menyimpan pakaian dan buku.

Untuk tidur bahkan beberapa tak menggunakan tikar, makanan yang sederhana, belajar agama di lantai tanpa meja dan kursi. "Siswa-siswi di Amerika harus tahu ini dan harusnya mereka bersyukur terhadap apa yang telah dipunyai sekarang," tutur Grace.

Menurut dia, mereka sejak dini telah diajari bagaimana menghadapi masa-masa sulit dalam hidupnya. Sedangkan siswa di Amerika hanya meminta tanpa tahu apa yang dilakukan saat ada bencana atau saat dunia ini dilanda krisis energi dan air bersih.

"Untuk itulah saya sangat bersyukur bisa melihat pesantren ini," katanya Sementara, Wakil Ketua Yayasan PP Sunan Drajat Medali/Sugio, R Chusnu Yuli Setyo mengutarakan, tahun 2011 akan ada program pertukaran guru dan siswa ke Amerika yang diatur oleh East West Center Hawaii.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/08/05/128388-tengok-pesantren-guru-as-menilai-islam-tulus-penuh-kedamaian

Ulama Tunisia Kecam Menteri Agama yang Sebut Jilbab sebagai Produk Budaya Asing

Ulama Tunisia Kecam Menteri Agama yang Sebut Jilbab sebagai Produk Budaya Asing

Kamis, 05/01/2006 11:01 WIB | email | print | share
Para ulama di Tunisia melontarkan reaksi keras atas pernyataan menteri agama negara itu tentang jilbab. Menteri Agama Tunisia, Abubakar Akhzuri pekan lalu mengatakan bahwa jilbab tidak sesuai dengan budaya Tunisia, negara yang terletak di Afrika Utara itu.
Mantan Mufti Tunisia, Syaikh Muhammad Mukhtar Al-Salami menilai pernyataan menteri agama itu bermotif politis dan tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam. "Akhzur adalah seorang politikus, seperti layaknya politikus di mana saja, ia membuat pernyataan dengan latar belakang agenda politiknya," ujar Syaikh Muhammad Mukhtar.
Kritikan keras atas pernyataan menteri agama itu juga dilontarkan Imam Syaikh Abdul Rahman Khalif. "Pernyataan menteri agama yang mengkritik jilbab adalah pemikiran yang sesat," tegasnya seraya menghimbau warga Muslim di seluruh dunia untuk tetap teguh pada ajaran Islam.
Dalam wawancara dengan harian Assabah, Akhzuri mengatakan bahwa jilbab adalah 'fenomena orang asing' di tengah masyarakat Tunisia. "Sangat disesalkan bahwa kita tidak menghormati identitas budaya kita sendiri," kata Akhzuri.
Ia selanjutnya mengatakan bahwa pemerintah Tunisia sudah melarang warga Muslim mengenakan jubah seperti yang dikenakan di negara-negara Teluk serta melarang kaum lelakinya memanjangkan jenggotnya.
Saat situs Islamonline meminta penjelasan atas pernyataannya itu, menteri agama Tunusia menolak memberikan komentar. Padahal, Dewan Tertinggi Islam yang merupakan lembaga resmi di Tunisia melalui ketuanya Jalal Al-Gerebi juga melontarkan pernyataan atas pernyataan menteri agama yang mengundang kontroversi itu.
Selain mengecam mengecam penyataan menteri agama, Syaikh Muhammad Mukhtar dan dan Syaikh Abdul Rahman Khalif mengkritik pernyataan Munjiah Al-Sawahi, seorang profesor di sebuah universitas.
Sama halnya dengan menteri agama, Al-Sawahi mengatakan bahwa jilbab adalah 'peninggalan budaya Yunani dan Roma' dan tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam. Ia juga membantah kalau Syariah Islam menetapkan kode etik berpakaian yang wajib dilakukan para Muslimah.
Bukan itu saja, yang membuat para ulama di Tunisia tambah berang, Al-Sawahi menyatakan bahwa sahabat Nabi Muhammad Saw, Umar bin Khattab adalah musuh utama kaun perempuan.
"Pernyataan-pernyataan itu semua tidak masuk akal dan tidak perlu dikomentari," kata Syaikh Muhammad Mukhtar. Ia menegaskan bahwa Umar bin Khattab justru orang yang sangat dihormati oleh Muslim maupun non Muslim.
"Musuh nyata dari kaum wanita adalah mereka yang melarang kaum perempuan Islam mengikuti ajaran Syariah Islam," tegasnya.
Syaikh Khalif setuju dengan pendapat itu. Ia menghimbau para Muslimah di Tunisia untuk tetap mengenakan jilbabnya meski ada tekanan dari pemerintah agar mereka melepas jilbabnya.
Pernyataan-pernyataan anti jilbab di Tunisia ternyata mengundang keprihatinan pemuka Islam di luar negeri. Syaikh Wanis Mabruk, profesor studi Islam di Wales menilai pernyataan-pernyataan semacam itu tidak pantas dilontarkan dan merupakan sebuah hinaan terhadap Islam. Menurutnya, pernyataan anti jilbab akan makin mempertajam jurang pemisah antara rakyat Tunisia dan pemerintahnya serta akan membahayakan keharmonisan warga masyarakat Tunisia.
Larangan jilbab di Tunisia, bukanlah hal yang baru. Tahun 1981, pada masa pemerintahan Presiden Habib Burguiba (1956-1987), Muslimah dilarang mengenakan jilbab di kantor-kantor pemerintah. (ln/iol)
http://www.eramuslim.com/berita/dunia/ulama-tunisia-kecam-menteri-agama-yang-sebut-jilbab-sebagai-produk-budaya-asing.htm

MUI: Tidak Setuju FPI Dibubarkan, Adili Saja yang Bersalah

MUI: Tidak Setuju FPI Dibubarkan, Adili Saja yang Bersalah

Kamis, 05/08/2010 10:33 WIB | email | print | share

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Al Mukarram Al Ustadz K.H. Ahmad Chalil Ridwan Lc, untuk kali pertamanya mengunjungi Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Wahdah Islamiyah (WI) Pondok Cabe Tangerang Banten, Senin, 21 Sya’ban 1431 H/ 2 Agustus 2010.
Ketua MUI dalam kunjungannnya ke Pondok yang diberi nama Ma’had Tahfidzhul Qur’an Raudhatul Huffadzh ini, dalam rangka acara “Silatul Ukhuwah” antara pengelola Pondok yang dipimpin oleh Al Akh Abdullah Mustadi, Keluarga besar WI Jakarta dengan warga sekitar Pesantren,
Kegiatan ini dirangkaikan dengan penutupan program Daurah Shaifiyah Lembaga Tahfidzhul Qur’an Raudhatul Huffadzh LIPIA Jakarta yang sebelumnya telah melaksanakan kegiatannya selama 1 bulan ,sejak Tanggal 2 Juli 2010.
Acara yang berlangsung dengan khidmat ini dihadiri peserta yang terdiri dari Santri, Mahasiswa LIPIA, warga masyarakat setempat, pengurus DPC WI Jakarta dan Yayasan Al Hijaz Al Khairiyah, serta perwakilan keluarga pewaqaf tanah lokasi Pesantren .
Acara ini juga diisi dengan sosialisasi kegiatan Ma’had Tahfidzhul Qur’an Raudhatul Huffadzh dan juga laporan Panitia Program Daurah Shaifiyah Lembaga Tahfidzhul Qur’an Raudhatul Huffadzh LIPIA Jakarta.
Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah yang menerima langsung dan mendampingi Ketua MUI, dalam sambutannya, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua MUI yang telah menyempatkan mengunjungi pondok Pesantren Wahdah Islamiyah. Setelah itu, Ustadz yang sementara Studi S3 di Universitas Ibnu Khaldun Bogor ini memberikan penjelasan singkat tentang Ormas WI serta kegiatan-kegiatannya di Wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Ketua MUI Al Mukarram Al Ustadz K.H. Ahmad Chalil Ridwan Lc., memberi Tausiah pada acara ini, dimulai dengan mengoreksi istilah ‘silaturahim/silaturahmi’. Menurut Pimpinan Pesantren Al Husnayain yang sekaligus Ketua Dewan Dakwah Indonesia ini, bahwa istilah silaturahim tidak cocok digunakan untuk kegiatan yang umum seperti ini, karena menurutnya kata silaturahim/silaturahmi adalah untuk menjalin hubungan diantara orang yang ada hubungn darah (atau keturunan). Sehingga semua dalil-dalil tentang ancaman bagi yang memutuskan silaturahim itu ditujukan bagi mereka yang memutuskan persaudaraan sedarah, misal: kakak dengan adik, anak dengan orang tua, cucu dengan kakek, ponakan dengan paman/bibi, dan seterusnya.
Istilah yang tepat untuk menyebut jalinan persaudaraan diantara orang yang tidak ada hubungan darah dalah ‘Silatul Ukhuwah’. Pak Kiyai mengisahkan bahwa ia mulai menggunakan istilah Silatul Ukhuwah sejak Tahun 80-an dimana saat itu beliau menjadi salah satu peserta daurah untuk para kiyai Indonesia yang dibawakan oleh beberapa ulama dari Mekkah dan Riyadh dibawah koordinasi atase kerajaan Saudi Arabia.
Pada waktu itu, lanjutnya, salah seorang kiyai ditugaskan membawakan ceramah setelah shalat subuh dalam bahasa arab, dimana kiyai tersebut mengangkat topik silaturahmi, dan langsung saja salah seorang Syaikh memprotes dengan serta merta dengan naik langsung ke mimbar dan menjelaskan bahwa peristilahan tersebut tidaklah benar, dan lebih tepat menggunakan istilah silatul ukhuwah. Selanjutnya KH. Cholil menghimbau agar Wahdah Islamiyah dan organisasi lainnya juga mulai mensosialisasikan istilah ini.
Selanjutnya, Pak Kiyai menjelaskan tentang beberapa fenomena terkini tentang dinamika perkembangan Islam di Indonesia. Beberapa hari terakhir beliau selaku pengurus MUI sering mendapat usulan atau permintaan baik melalui SMS dan lainnya untuk membubarkan FPI (Front Pembela Islam). Dengan tegas beliau menjawabnya, “Tidak, jika ada yang bersalah, adili dan hukum tapi jangan minta organisasinya dibubarkan. FPI kan menamakan dirinya Pembela Islam, kalau dibubarkan, siapa yang akan membela Islam?
“Jika FPI dibubarkan, maka NU jika dianggap keras suatu waktu nanti akan diminta juga dibubarkan, Muhammadiyah juga demikian, dan bisa jadi Wahdah Islamiyah menjadi Ormas pertama yang akan dibubarkan setelah FPI,” demikian terang beliau disambut tawa oleh para hadirin.
Beliau juga menegaskan bahwa Syiah, Ahmadiyah, dan Islam Jama’ah adalah golongan sesat yang harus diwaspadai. Beliau pun menghimbau pemerintah setempat untuk memperhatikan perkembangan kelompok-kelompok sesat ini di wilayah mereka termasuk di Pondok Cabe.
Di samping itu, Ketua Syabakah Produsen dan Konsumen Muslim Indonesia ini dalam tausiahnya juga menjelaskan tentang fenomena perkembangan Islam di dunia dimana menurutnya sekarang ini adalah masa kejayaan Islam fase ketiga (700 tahun ketiga).
Beliau membagi fase perkembangan Islam dalam kurun 700 tahunan, dimana pada 700 tahun pertama Islam mencapai kejayaannya sampai ke benua eropa. Kemudian 700 tahun kedua, Islam mengalami keterpurukan. Sekarang pada Tahun 1431 H, Islam telah 31 tahun memasuki fase 700 tahunnya yang ketiga, dimana sejak 31 tahun yang lalu sampai sekarang telah nampak kembali tanda-tanda kebangkitan Islam khususnya yang dirasakan di Indonesia.
Beliau mencontohkan bahwa 30 tahun yang lalu, jilbab dilarang masuk ke sekolah negeri. Tidak sedikit siswi yang dikeluarkan dari sekolah negeri karena mempertahankan jilbabnya, bahkan putri dari salah seorang menteri melalui kekuasaan ayahnya pernah menuntut hal tersebut ke pengadilan namun kalah dan terpaksa harus keluar dari sekolahnya. Namun sekarang, jilbab telah bangga dinampakkan di mana-mana, bahkan sebagian pemerintah daerah telah membuat Perda kewajiban memakai jilbab bagi siswi muslimah meskipun baru pada Hari Jumat saja.
Pimpinan Persatuan/Perhimpunan Pondok Pesantren Indonesia ini menutup tausiahnya dengan menjelaskan keutamaan menghafal Al Qur’an. Beberapa bukti yang beliau temukan menunjukkan bahwa lembaga pendidikan umum yang menerapkan program menghafal qur’an di sekolah menunjukkan bahwa siswa-siswa yang berprestasi adalah mereka yang hafalan qur’annya banyak. Maka beliau menghimbau agar perhatian terhadap hafalan qur’an diberikan porsi yang lebih besar, terutama bagi generasi muda Islam saat ini. mnh/wi
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/mui-tidak-setuju-fpi-dibubarkan-adili-saja-yang-bersalah.htm

Rabu, 04 Agustus 2010

Kirim komentar, tulisan, artikel, opini, kritik dan saran anda bisa juga disini...

Kirim komentar, tulisan, artikel,  opini, kritik dan saran anda bisa juga disini...

Kedudukan Perempuan dalam Islam

Kedudukan Perempuan dalam Islam

Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antara manusia, baik antara lelaki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang digarisbawahi dan yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Mahaesa.
Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa (QS 49: 13).
Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekkan sementara masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan.
Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer berkebangsaan Mesir, menulis: "Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan Barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan."190
Almarhum Mahmud Syaltut, mantan Syaikh (pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhar di Mesir, menulis: "Tabiat kemanusiaan antara lelaki dan perempuan hampir dapat (dikatakan) sama. Allah telah menganugerahkan kepada perempuan sebagaimana menganugerahkan kepada lelaki. Kepada mereka berdua dianugerahkan Tuhan potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun khusus. Karena itu, hukum-hukum Syari'at pun meletakkan keduanya dalam satu kerangka. Yang ini (lelaki) menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum, menuntut dan menyaksikan, dan yang itu (perempuan) juga demikian, dapat menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum serta menuntut dan menyaksikan."191
Banyak faktor yang telah mengaburkan keistimewaan serta memerosotkan kedudukan tersebut. Salah satu di antaranya adalah kedangkalan pengetahuan keagamaan, sehingga tidak jarang agama (Islam) diatasnamakan untuk pandangan dan tujuan yang tidak dibenarkan itu.
Berikut ini akan dikemukakan pandangan sekilas yang bersumber dari pemahaman ajaran Islam menyangkut perempuan, dari segi (1) asal kejadiannya, dan (2) hak-haknya dalam berbagai bidang.

Asal Kejadian Perempuan

Berbedakah asal kejadian perempuan dari lelaki? Apakah perempuan diciptakan oleh tuhan kejahatan ataukah mereka merupakan salah satu najis (kotoran) akibat ulah setan? Benarkah yang digoda dan diperalat oleh setan hanya perempuan dan benarkah mereka yang menjadi penyebab terusirnya manusia dari surga?
Demikian sebagian pertanyaan yang dijawab dengan pembenaran oleh sementara pihak sehingga menimbulkan pandangan atau keyakinan yang tersebar pada masa pra-Islam dan yang sedikit atau banyak masih berbekas dalam pandangan beberapa masyarakat abad ke-20 ini.
Pandangan-pandangan tersebut secara tegas dibantah oleh Al-Quran, antara lain melalui ayat pertama surah Al-Nisa':
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan lelaki dan perempuan yang banyak.
Demikian Al-Quran menolak pandangan-pandangan yang membedakan (lelaki dan perempuan) dengan menegaskan bahwa keduanya berasal dari satu jenis yang sama dan bahwa dari keduanya secara bersama-sama Tuhan mengembangbiakkan keturunannya baik yang lelaki maupun yang perempuan.
Benar bahwa ada suatu hadis Nabi yang dinilai shahih (dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya) yang berbunyi:
Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah).
Benar ada hadis yang berbunyi demikian dan yang dipahami secara keliru bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang kemudian mengesankan kerendahan derajat kemanusiaannya dibandingkan dengan lelaki. Namun, cukup banyak ulama yang telah menjelaskan makna sesungguhnya dari hadis tersebut.
Muhammad Rasyid Ridha, dalam Tafsir Al-Manar, menulis: "Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam Kitab Perjanjian Lama (Kejadian II;21) dengan redaksi yang mengarah kepada pemahaman di atas, niscaya pendapat yang keliru itu tidak pernah akan terlintas dalam benak seorang Muslim."192
Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi (kiasan), dalam arti bahwa hadis tersebut memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Memahami hadis di atas seperti yang telah dikemukakan di atas, justru mengakui kepribadian perempuan yang telah menjadi kodrat (bawaan)-nya sejak lahir.
Dalam Surah Al-Isra' ayat 70 ditegaskan bahwa:
Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan (untuk memudahkan mencari kehidupan). Kami beri mereka rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk-makhluk yang Kami ciptakan.
Tentu, kalimat anak-anak Adam mencakup lelaki dan perempuan, demikian pula penghormatan Tuhan yang diberikan-Nya itu, mencakup anak-anak Adam seluruhnya, baik perempuan maupun lelaki. Pemahaman ini dipertegas oleh ayat 195 surah Ali'Imran yang menyatakan: Sebagian kamu adalah bagian dari sebagian yang lain, dalam arti bahwa "sebagian kamu (hai umat manusia yakni lelaki) berasal dari pertemuan ovum perempuan dan sperma lelaki dan sebagian yang lain (yakni perempuan) demikian juga halnya." Kedua jenis kelamin ini sama-sama manusia. Tak ada perbedaan antara mereka dari segi asal kejadian dan kemanusiaannya.
Dengan konsideran ini, Tuhan mempertegas bahwa:
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal, baik lelaki maupun perempuan (QS 3:195).
Pandangan masyarakat yang mengantar kepada perbedaan antara lelaki dan perempuan dikikis oleh Al-Quran. Karena itu, dikecamnya mereka yang bergembira dengan kelahiran seorang anak lelaki tetapi bersedih bila memperoleh anak perempuan:
Dan apabila seorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan, hitam-merah padamlah wajahnya dan dia sangat bersedih (marah). Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan "buruk"-nya berita yang disampaikan kepadanya itu. (Ia berpikir) apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah! Alangkah buruk apa yang mereka tetapkan itu (QS 16:58-59).
Ayat ini dan semacamnya diturunkan dalam rangka usaha Al-Quran untuk mengikis habis segala macam pandangan yang membedakan lelaki dengan perempuan, khususnya dalam bidang kemanusiaan.
Dari ayat-ayat Al-Quran juga ditemukan bahwa godaan dan rayuan Iblis tidak hanya tertuju kepada perempuan (Hawa) tetapi juga kepada lelaki. Ayat-ayat yang membicarakan godaan, rayuan setan serta ketergelinciran Adam dan Hawa dibentuk dalam kata yang menunjukkan kebersamaan keduanya tanpa perbedaan, seperti:
Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya ... (QS 7:20). Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan keduanya dikeluarkan dari keadaan yang mereka (nikmati) sebelumnya ... (QS 2:36).
Kalaupun ada yang berbentuk tunggal, maka itu justru menunjuk kepada kaum lelaki (Adam), yang bertindak sebagai pemimpin terhadap istrinya, seperti dalam firman Allah:
Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya (Adam) dan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan punah?" (QS 20:120).
Demikian terlihat bahwa Al-Quran mendudukkan perempuan pada tempat yang sewajarnya serta meluruskan segala pandangan yang salah dan keliru yang berkaitan dengan kedudukan dan asal kejadiannya.

Hak-hak Perempuan

Al-Quran berbicara tentang perempuan dalam berbagai ayatnya. Pembicaraan tersebut menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada ayat yang berbicara tentang hak dan kewajibannya, ada pula yang menguraikan keistimewaan-keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah agama atau kemanusiaan.
Secara umum surah Al-Nisa' ayat 32, menunjuk kepada hak-hak perempuan:
Bagi lelaki hak (bagian) dari apa yang dianugerahkan kepadanya dan bagi perempuan hak (bagian) dari apa yang dianugerahkan kepadanya.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa hak yang dimiliki oleh kaum perempuan menurut pandangan ajaran Islam.

Hak-hak Perempuan dalam Bidang Politik

Salah satu ayat yang seringkali dikemukakan oleh para pemikir Islam dalam kaitan dengan hak-hak politik kaum perempuan adalah yang tertera dalam surah Al-Tawbah ayat 71:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah awliya' bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang ma'ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Secara umum, ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban melakukan kerja sama antarlelaki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang dilukiskan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar.
Kata awliya', dalam pengertiannya, mencakup kerja sama, bantuan dan penguasaan, sedang pengertian yang dikandung oleh "menyuruh mengerjakan yang ma'ruf" mencakup segala segi kebaikan atau perbaikan kehidupan, termasuk memberi nasihat (kritik) kepada penguasa. Dengan demikian, setiap lelaki dan perempuan Muslimah hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar masing-masing mereka mampu melihat dan memberi saran (nasihat) dalam berbagai bidang kehidupan.193
Keikutsertaan perempuan bersama dengan lelaki dalam kandungan ayat di atas tidak dapat disangkal, sebagaimana tidak pula dapat dipisahkan kepentingan perempuan dari kandungan sabda Nabi Muhamad saw.:
Barangsiapa yang tidak memperhatikan kepentingan (urusan) kaum Muslim, maka ia tidak termasuk golongan mereka.
Kepentingan (urusan) kaum Muslim mencakup banyak sisi yang dapat menyempit atau meluas sesuai dengan latar belakang pendidikan seseorang, tingkat pendidikannya. Dengan demikian, kalimat ini mencakup segala bidang kehidupan termasuk bidang kehidupan politik.194
Di sisi lain, Al-Quran juga mengajak umatnya (lelaki dan perempuan) untuk bermusyawarah, melalui pujian Tuhan kepada mereka yang selalu melakukannya.
Urusan mereka (selalu) diputuskan dengan musyawarah (QS 42:38).
Ayat ini dijadikan pula dasar oleh banyak ulama untuk membuktikan adanya hak berpolitik bagi setiap lelaki dan perempuan.
Syura (musyawarah) telah merupakan salah satu prinsip pengelolaan bidang-bidang kehidupan bersama menurut Al-Quran, termasuk kehidupan politik, dalam arti setiap warga masyarakat dalam kehidupan bersamanya dituntut untuk senantiasa mengadakan musyawarah.
Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa setiap lelaki maupun perempuan memiliki hak tersebut, karena tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat dipahami sebagai melarang keterlibatan perempuan dalam bidang kehidupan bermasyarakat --termasuk dalam bidang politik. Bahkan sebaliknya, sejarah Islam menunjukkan betapa kaum perempuan terlibat dalam berbagai bidang kemasyarakatan, tanpa kecuali.
Al-Quran juga menguraikan permintaan para perempuan pada zaman Nabi untuk melakukan bay'at (janji setia kepada Nabi dan ajarannya), sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Mumtahanah ayat 12.
Sementara, pakar agama Islam menjadikan bay'at para perempuan itu sebagai bukti kebebasan perempuan untuk menentukan pilihan atau pandangannya yang berkaitan dengan kehidupan serta hak mereka. Dengan begitu, mereka dibebaskan untuk mempunyai pilihan yang berbeda dengan pandangan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, bahkan terkadang berbeda dengan pandangan suami dan ayah mereka sendiri.195
Harus diakui bahwa ada sementara ulama yang menjadikan firman Allah dalam surah Al-Nisa' ayat 34, Lelaki-lelaki adalah pemimpin perempuan-perempuan... sebagai bukti tidak bolehnya perempuan terlibat dalam persoalan politik. Karena --kata mereka-- kepemimpinan berada di tangan lelaki, sehingga hak-hak berpolitik perempuan pun telah berada di tangan mereka. Pandangan ini bukan saja tidak sejalan dengan ayat-ayat yang dikutip di atas, tetapi juga tidak sejalan dengan makna sebenarnya yang diamanatkan oleh ayat yang disebutkan itu.
Ayat Al-Nisa' 34 itu berbicara tentang kepemimpinan lelaki (dalam hal ini suami) terhadap seluruh keluarganya dalam bidang kehidupan rumah tangga. Kepemimpinan ini pun tidak mencabut hak-hak istri dalam berbagai segi, termasuk dalam hak pemilikan harta pribadi dan hak pengelolaannya walaupun tanpa persetujuan suami.
Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak di antara kaum wanita yang terlibat dalam soal-soal politik praktis. Ummu Hani misalnya, dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad saw. ketika memberi jaminan keamanan kepada sementara orang musyrik (jaminan keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik). Bahkan istri Nabi Muhammad saw. sendiri, yakni Aisyah r.a., memimpin langsung peperangan melawan 'Ali ibn Abi Thalib yang ketika itu menduduki jabatan Kepala Negara. Isu terbesar dalam peperangan tersebut adalah soal suksesi setelah terbunuhnya Khalifah Ketiga, Utsman r.a.
Peperangan itu dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Perang Unta (656 M). Keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau bersama para pengikutnya itu menganut paham kebolehan keterlibatan perempuan dalam politik praktis sekalipun.

Hak-hak Perempuan dalam Memilih Pekerjaan

Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.
Secara singkat, dapat dikemukakan rumusan menyangkut pekerjaan perempuan yaitu bahwa "perempuan mempunyai hak untuk bekerja, selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan atau selama mereka membutuhkan pekerjaan tersebut".
Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh perempuan pada masa Nabi cukup beraneka ragam, sampai-sampai mereka terlibat secara langsung dalam peperangan-peperangan, bahu-membahu dengan kaum lelaki. Nama-nama seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah, dan lain-lain, tercatat sebagai tokoh-tokoh yang terlibat dalam peperangan. Ahli hadis, Imam Bukhari, membukukan bab-bab dalam kitab Shahih-nya, yang menginformasikan kegiatan-kegiatan kaum wanita, seperti Bab Keterlibatan Perempuan dalam Jihad, Bab Peperangan Perempuan di Lautan, Bab Keterlibatan Perempuan Merawat Korban, dan lain-lain.
Di samping itu, para perempuan pada masa Nabi saw. aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias, antara lain, Shafiyah bin Huyay196 --istri Nabi Muhammad saw. Ada juga yang menjadi perawat atau bidan, dan sebagainya.
Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang pertama, Khadijah binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang yang sangat sukses. Demikian juga Qilat Ummi Bani Anmar yang tercatat sebagai seorang perempuan yang pernah datang kepada Nabi untuk meminta petunjuk-petunjuk dalam bidang jual-beli. Dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad, kisah perempuan tersebut diuraikan, di mana ditemukan antara lain pesan Nabi kepadanya menyangkut penetapan harga jual-beli. Nabi memberi petunjuk kepada perempuan ini dengan sabdanya:
Apabila Anda akan membeli atau menjual sesuatu, maka tetapkanlah harga yang Anda inginkan untuk membeli atau menjualnya, baik kemudian Anda diberi atau tidak. (Maksud beliau jangan bertele-tele dalam menawar atau menawarkan sesuatu).
Istri Nabi saw., Zainab binti Jahsy, juga aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatang, dan hasil usahanya itu beliau sedekahkan. Raithah, istri sahabat Nabi Abdullah ibn Mas'ud, sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga ini.197 Al-Syifa', seorang perempuan yang pandai menulis, ditugaskan oleh Khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah.198
Demikian sedikit dari banyak contoh yang terjadi pada masa Rasul saw. dan sahabat beliau menyangkut keikutsertaan perempuan dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan. Di samping yang disebutkan di atas, perlu juga digarisbawahi bahwa Rasul saw. banyak memberi perhatian serta pengarahan kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat. Dalam hal ini, antara lain, beliau bersabda:
Sebaik-baik "permainan" seorang perempuan Muslimah di dalam rumahnya adalah memintal/menenun. (Hadis diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dari Abdullah bin Rabi' Al-Anshari).
Aisyah r.a. diriwayatkan pernah berkata: "Alat pemintal di tangan perempuan lebih baik daripada tombak di tangan lelaki."
Tentu saja tidak semua bentuk dan ragam pekerjaan yang terdapat pada masa kini telah ada pada masa Nabi saw. Namun, sebagaimana telah diuraikan di atas, ulama pada akhirnya menyimpulkan bahwa perempuan dapat melakukan pekerjaan apa pun selama ia membutuhkannya atau pekerjaan itu membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.
Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum wanita, mereka mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan jabatan tertinggi. Hanya ada jabatan yang oleh sementara ulama dianggap tidak dapat diduduki oleh kaum wanita, yaitu jabatan Kepala Negara (Al-Imamah Al-'Uzhma) dan Hakim. Namun, perkembangan masyarakat dari saat ke saat mengurangi pendukung larangan tersebut, khususnya menyangkut persoalan kedudukan perempuan sebagai hakim.
Dalam beberapa kitab hukum Islam, seperti Al-Mughni, ditegaskan bahwa "setiap orang yang memiliki hak untuk melakukan sesuatu, maka sesuatu itu dapat diwakilkannya kepada orang lain, atau menerima perwakilan dari orang lain". Atas dasar kaidah itu, Dr. Jamaluddin Muhammad Mahmud berpendapat bahwa berdasarkan kitab fiqih, bukan sekadar pertimbangan perkembangan masyarakat kita jika kita menyatakan bahwa perempuan dapat bertindak sebagai pembela dan penuntut dalam berbagai bidang.199

Hak dan Kewajiban Belajar

Terlalu banyak ayat Al-Quran dan hadis Nabi saw. yang berbicara tentang kewajiban belajar, baik kewajiban tersebut ditujukan kepada lelaki maupun perempuan. Wahyu pertama dari Al-Quran adalah perintah membaca atau belajar,
Bacalah demi Tuhanmu yang telah menciptakan... Keistimewaan manusia yang menjadikan para malaikat diperintahkan sujud kepadanya adalah karena makhluk ini memiliki pengetahuan (QS 2:31-34).
Baik lelaki maupun perempuan diperintahkan untuk menimba ilmu sebanyak mungkin, mereka semua dituntut untuk belajar:
Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim (dan Muslimah).
Para perempuan di zaman Nabi saw. menyadari benar kewajiban ini, sehingga mereka memohon kepada Nabi agar beliau bersedia menyisihkan waktu tertentu dan khusus untuk mereka dalam rangka menuntut ilmu pengetahuan. Permohonan ini tentu saja dikabulkan oleh Nabi saw.
Al-Quran memberikan pujian kepada ulu al-albab, yang berzikir dan memikirkan tentang kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran menyangkut hal tersebut akan mengantar manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia alam raya ini, dan hal tersebut tidak lain dari pengetahuan. Mereka yang dinamai ulu al-albab tidak terbatas pada kaum lelaki saja, tetapi juga kaum perempuan. Hal ini terbukti dari ayat yang berbicara tentang ulu al-albab yang dikemukakan di atas. Setelah Al-Quran menguraikan tentang sifat-sifat mereka, ditegaskannya bahwa:
Maka Tuhan mereka mengabulkan permohonan mereka dengan berfirman: "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan..." (QS 3:195).
Ini berarti bahwa kaum perempuan dapat berpikir, mempelajari dan kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka ketahui dari alam raya ini. Pengetahuan menyangkut alam raya tentunya berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga dari ayat ini dapat dipahami bahwa perempuan bebas untuk mempelajari apa saja, sesuai dengan keinginan dan kecenderungan mereka masing-masing.
Banyak wanita yang sangat menonjol pengetahuannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan yang menjadi rujukan sekian banyak tokoh lelaki. Istri Nabi, Aisyah r.a., adalah seorang yang sangat dalam pengetahuannya serta dikenal pula sebagai kritikus. Sampai-sampai dikenal secara sangat luas ungkapan yang dinisbahkan oleh sementara ulama sebagai pernyataan Nabi Muhammad saw.:
Ambillah setengah pengetahuan agama kalian dari Al-Humaira' (Aisyah).
Demikian juga Sayyidah Sakinah putri Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kemudian Al-Syaikhah Syuhrah yang digelari Fakhr Al-Nisa' (Kebanggaan Perempuan) adalah salah seorang guru Imam Syafi'i200 (tokoh mazhab yang pandangan-pandangannya menjadi anutan banyak umat Islam di seluruh dunia), dan masih banyak lagi lainnya.
Imam Abu Hayyan mencatat tiga nama perempuan yang menjadi guru-guru tokoh mazhab tersebut, yaitu Mu'nisat Al-Ayyubiyah (putri Al-Malik Al-Adil saudara Salahuddin Al-Ayyubi), Syamiyat Al-Taimiyah, dan Zainab putri sejarahwan Abdul-Latif Al-Baghdadi.201 Kemudian contoh wanita-wanita yang mempunyai kedudukan ilmiah yang sangat terhormat adalah Al-Khansa', Rabi'ah Al-Adawiyah, dan lain-lain.
Rasul saw. tidak membatasi anjuran atau kewajiban belajar hanya terhadap perempuan-perempuan merdeka (yang memiliki status sosial yang tinggi), tetapi juga para budak belian dan mereka yang berstatus sosial rendah. Karena itu, sejarah mencatat sekian banyak perempuan yang tadinya budak belian mencapai tingkat pendidikan yang sangat tinggi.
Al-Muqarri, dalam bukunya Nafhu Al-Thib, sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Wahid Wafi, memberitakan bahwa Ibnu Al-Mutharraf, seorang pakar bahasa pada masanya, pernah mengajarkan seorang perempuan liku-liku bahasa Arab. Sehingga sang wanita pada akhirnya memiliki kemampuan yang melebihi gurunya sendiri, khususnya dalam bidang puisi, sampai ia dikenal dengan nama Al-Arudhiyat karena keahliannya dalam bidang ini.202
Harus diakui bahwa pembidangan ilmu pada masa awal Islam belum lagi sebanyak dan seluas masa kita dewasa ini. Namun, Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya, sehingga seandainya mereka yang disebut namanya di atas hidup pada masa kita ini, maka tidak mustahil mereka akan tekun pula mempelajari disiplin-disiplin ilmu yang berkembang dewasa ini.
Dalam hal ini, Syaikh Muhammad 'Abduh menulis: "Kalaulah kewajiban perempuan mempelajari hukum-hukum agama kelihatannya amat terbatas, maka sesungguhnya kewajiban mereka untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga, pendidikan anak, dan sebagainya yang merupakan persoalan-persoalan duniawi (dan yang berbeda sesuai dengan perbedaan waktu, tempat dan kondisi) jauh lebih banyak daripada soal-soal keagamaan."203
Demikian sekilas menyangkut hak dan kewajiban perempuan dalam bidang pendidikan.
Tentunya masih banyak lagi yang dapat dikemukakan menyangkut hak-hak kaum perempuan dalam berbagai bidang. Namun, kesimpulan akhir yang dapat ditarik adalah bahwa mereka, sebagaimana sabda Rasul saw., adalah Syaqa'iq Al-Rijal (saudara-saudara sekandung kaum lelaki) sehingga kedudukannya serta hak-haknya hampir dapat dikatakan sama. Kalaupun ada yang membedakan, maka itu hanyalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan Tuhan kepada masing-masing jenis kelamin itu, sehingga perbedaan yang ada tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain:
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi lelaki ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bagi perempuan juga ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bermohonlah kepada Allah dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS 4:32).
Maha Benar Allah dalam segala firman-Nya.

Catatan kaki

190 Muhammad Al-Ghazali, Al-Islam wa Al-Thaqat Al-Mu'attalat, Kairo, Dar Al-Kutub Al-Haditsah, 1964, h. 138.
191 Mahmud Syaltut, Prof. Dr., Min Taujihat Al-Islam, Kairo, Al-Idarat Al-'Amat lil Azhar, 1959, h. 193
192 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Kairo, Dar Al-Manar, 1367 H jilid IV, h. 330.
193 Amin Al-Khuli, Prof. Dr., Al-Mar'at baina Al-Bayt wa Al-Muitama', dalam Al-Mar'at Al-Muslimah fi Al-'Ashr Al-Mu'ashir, Baqhdad, t.t., h. 13.
194 Ibid.
195 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Prof. Dr., Huquq Al-Mar'at fi Al-Mujtama' Al-Islamiy, Kairo, Al-Haiat Al-Mishriyat Al-Amat, 1986, h. 60.
196 Ibrahim bin Ali Al-wazir, Dr., 'Ala Masyarif Al-Qarn. Al-Khamis 'Asyar, Kairo, Dar Al-Syuruq 1979, h. 76.
197 Lihat biografi para sahabat tersebut dalam Al-Ishabat fi Asma' Al-Shahabat, karya Ibnu Hajar, jilid IV.
198 Muhammad Al-Ghazali, op.cit., h. 134.
199 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Prof. Dr., op.cit., h. 71.
200 Ibid., h. 77.
201 Abdul Wahid Wafi, Prof. Dr., Al-Musawat fi Al-Islam, Kairo, Dar Al-Ma'arif, 1965, h. 47.
202 Ibid.
203 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Prof. Dr., op.cit., h. 79.

MEMBUMIKAN AL-QURAN
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat
Dr. M. Quraish Shihab
Penerbit Mizan, Cetakan 13, Rajab 1417/November 1996
Jln. Yodkali 16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931 - Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net
Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Please direct any suggestion to Media Team
 http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Perempuan.html